Setiap detik, tak terkecuali ketika tidur, tubuh manusia hidup
sebetulnya senantiasa bekerja. Agar kegiatan tersebut berjalan lancar,
diperlukan zat gizi, yang jumlah dan ragamnya harus sesuai kebutuhan.
Sebagian besar dari zat gizi yang dibutuhkan kudu
dipasok dari luar dalam bentuk makanan. Repotnya, karena kemampuan
perut menampung makanan terbatas, agar kebutuhan itu tercukupi, orang
perlu makan beberapa kali dalam sehari. Ada yang terbiasa makan 2 – 3
kali sehari, ada juga yang lebih dari itu. Dan manakala kebiasaan jam
makan terlewatkan, orang akan merasa lapar.
Meski,
secara normal, munculnya lapar merupakan indikasi bahwa persediaan
energi yang beredar dalam tubuh berkurang, hingga, jika tidak segera
dipenuhi, dapat membuat keseimbangannya terganggu, menyebabkan sakit,
namun tidak selamanya perasaan tersebut mesti dituruti. Selain,
adakalanya, munculnya perasaan tersebut bukan merupakan tanda akurat
yang menggambarkan situasi kekurangan yang dimaksudkan, “pembangkangan”
juga dapat bermanfaat guna memberi kesempatan tubuh membakar timbunan
lemak yang dimiliki, yang justru bisa menyehatkan.
Masalahnya,,, sebab munculnya perasaan lapar sering membuat kondisi tidak nyaman, –hingga tak jarang membuat orang yang melakukan puasa keteteran!–
Pertanyaannya ;
Upaya apa yang mesti dilakukan agar orang mampu menaklukkan perasaan laparnya ?
Pertanyaannya ;
Upaya apa yang mesti dilakukan agar orang mampu menaklukkan perasaan laparnya ?
Otak “Kadal”
Lapar
diartikan sebagai rangkaian isyarat dari dalam tubuh yang mendorong
usaha untuk memperoleh dan mengonsumsi makanan.
Ciri pertama kemunculannya adalah tubuh mulai gelisah, kurang bertenaga, serta kemungkinan besar disertai perasaan mudah tersinggung dan lekas marah.
Ada
banyak teori yang mencoba mengungkap “dalang” di balik kemunculannya yaitu.
Kebiasaan, sebagaimana telah disebutkan, merupakan salah satunya.
Di
samping itu, beberapa faktor lainnya adalah :
Pertama,
pengaruh lingkungan, misalnya suhu. Setiap saat sel-sel tubuh
mengadakan pembakaran untuk menghasilkan panas yang akan menjaga suhu
tubuh agar tetap normal. Bahan bakar yang digunakan untuk pembakaran ini
berasal dari makanan. Jika suhu di luar cukup panas, suhu permukaan
tubuh akan hangat, sehingga tidak memerlukan banyak energi untuk
pembakaran. Dalam keadaan ini seseorang tidak akan mudah lapar.
Sebaliknya, jika cuaca di luar cukup dingin, seseorang akan cenderung
cepat lapar karena tubuhnya perlu melakukan pembakaran guna
mempertahankan kehangatannya.
Kedua,
diakibatkan alasan psikologis, semisal stres. Ketika orang dihadapkan
pada situasi penuh tekanan, tubuh akan melepas hormon yang disebut
kortisol. Sejumlah penelitian membuktikan, ketika kortisol dilepas ke
aliran darah, orang jadi kurang sensitif terhadap leptin, hormon yang
memberi tahu otak akan situasi kenyang, akibatnya orang jadi
“berangasan”, senantiasa merasa lapar.
Ketiga,
pengaruh hormon insulin. Percobaan S.C. Woods dkk. pada tahun 1978,
dengan menginjeksikan insulin ke dalam cairan serebrospinal dari
ventrikula lateral, yang mengenai hipothalamus baboon, telah
menyebabkan binatang tersebut mengalami penurunan konsumsi makanan dan
bobot tubuh. Hal mana memunculkan asumsi, salah satunya, bahwa fluktuasi
kadar glukosa darah, yang mempengaruhi sekresi insulin, bisa jadi
pemicu lapar.
Keempat,
pengaruh penyakit, seperti obesitas. Kebutuhan energi orang gemuk lebih
tinggi dibandingkan kebutuhan orang kurus. Hal ini disebabkan orang
gemuk memiliki energi metabolik basal lebih tinggi. Itu sebabnya, di
samping lebih banyak makannya, orang gemuk pun cenderung lebih cepat
lapar kembali.
Dan Kelima,
Lantaran kerja “otak Kadal”. Otak limbik merupakan bagian dari otak yang
pertama berkembang dan paling primitif dari otak manusia. Bagian ini
tak ubahnya seperti otak reptil – karenanya, disebut Mark Hyman, M.D.
dalam Ultra Metabolisme, otak “kadal”. Selain mengendalikan
respon melawan atau melarikan diri dari situasi berbahaya serta perilaku
seksual, bagian ini berperan pula dalam mengendalikan perilaku makan
manusia.
Shalat dan Dzikir
Walau
diketahui bahwa datangnya lapar bisa dicetuskan berbagai sebab, banyak
pakar sepakat bahwa “penggiringan” otak, sebagai “pusat komando”
aktivitas manusia, dapat mengendalikannya. “Penggiringan” yang dimaksud
yaitu dengan mengondisikannya dalam keadaan alfa, situasi relaks.
Herbert
Benson, seorang dokter Amerika yang memperkenalkan istilah itu,
memaknai keadaan ini sebagai respon tubuh yang ditandai oleh adanya
"ketenangan perasaan dan kejernihan pikiran!".
Dalam suasana relaks, otak berada dalam keadaan terangsang secara siaga – berada dalam stadium inkubasi,
yang menjadi “pintu masuk” bagi kekuatan bawah sadar. Kondisi ini
selanjutnya akan membuat tubuh menjadi santai. Metabolisme dan aliran
darah melambat, sementara keinginan dan perasaan negatif, termasuk
lapar, sedikit demi sedikit akan terkikis.
Untuk bisa masuk dalam keadaan ini, Herbert Benson menunjukkan 9 tahapnya :
- Pilih kata atau kalimat pendek yang akan menjadi fokus relaksasi.
- Duduk tenang dalam posisi nyaman.
- Tutup mata perlahan.
- Kendurkan otot-otot tubuh.
- Tarik napas perlahan dan teratur. Secara bersamaan, ulangi kata atau kalimat yang menjadi fokus. Lakukan berulang sambil mengembuskan napas.
- Ambil sikap pasif. Jangan perdulikan hasil. Jika ada pikiran lain yang merembes masuk, katakan saja kepada diri : “tidak apa-apa”, lalu secara perlahan kembali fokus dengan kata tadi.
- Lakukan selama sepuluh atau dua puluh menit.
- Saat usai, jangan langsung berdiri. Teruslah duduk tenang selama beberapa menit. Kemudian, bukalah mata secara perlahan. Duduk lagi selama beberapa menit sebelum berdiri.
- Lakukan kegiatan ini minimal satu kali sehari.
Meski
demikian, apa yang telah dirumuskannya itu bukanlah harga mati, sebab
setiap orang pada dasarnya memiliki cara sendiri untuk bisa memasukinya.
Contohnya Thomas Alfa Edison, penemu listrik. Dia melakukannya dengan
cara duduk sambil menjepit sebuah batu dengan kedua pahanya, sementara
seember air diletakkan di bawahnya – jika dia tertidur, batu akan jatuh
ke dalam ember, hingga dia kembali tersadar.
Dengan shalat sebetulnya orang Islam bisa juga menerobos keadaan ini.
Niat ikhlas, yang dipatrikan ketika hendak memulai shalat, merupakan awal yang baik dalam memunculkan reaksi relaks.
Tekad
yang diucapkan melalui doa iftitah, memberi suasana yang memudahkan
konsentrasi bagi pikiran. Konsentrasi pikiran adalah kunci keberhasilan
shalat, sekaligus kunci kesuksesan sebuah relaksasi.
Gerakan shalat itu sendiri adalah gerakan fisiologis tubuh. Artinya, merupakan gerakan alamiah mengikuti bentuk anatomis tubuh.
Walau begitu, penting untuk diingat, adalah keliru menjadikan tujuan relaksasi sebagai alasan melakukan shalat.
Demikian
halnya dengan dzikir –
Penelitian Herbert Benson menunjukkan bahwa
kata-kata dzikir dapat menjadi salah satu frasa fokus (kata-kata yang
menjadi titik perhatian) dalam proses relaksasi.
Frasa
fokus tersebut bila dikombinasikan dengan respons relaksasi, bukan
hanya dapat mengikis penderitaan fisik, namun juga memunculkan efek yang
lebih hebat, mampu membawa seseorang pada “kesejatian diri”, yang
mencintai dan senantiasa ingin dicintai Sang Khaliq.
Allahu a’lam.