Menilai Diri Sendiri
Sahabat dunia islam, Selain akal,
manusia juga dibekali hawa nafsu. Nafsu ibarat mesin yang selalu
mendorong manusia untuk melakukan sesuatu, sementara akal ialah tali
kekang untuk mengontrol dan mengendalikan keinginan tersebut. Kedua hal
ini mesti dijaga keseimbangannya. Memenangkan salah satu keduanya akan
berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Manusia akan menjadi benda mati
bila tidak memiliki nafsu dan sebaliknya, dia dapat berubah menjadi
mesin penghancur jika akal sudah hilang di dalam dirinya.
Mengendalikan Nafsu tentu bukan pekerjaan ringan. Ia lebih sulit dibandingkan mengendalikan kuda liar. Bahkan menaklukan musuh di medan perang jauh lebih ringan ketimbang menaklukan nafsu yang ada di dalam diri kita sendiri. Saking sulitnya mengendalikannya, seorang penyair menendangkan:
“Hatiku selalu mendorongku terhadap sesuatu yang merusakku
Bahkan ia sering kali membuatku sakit
Bagaimana aku bisa membentengi diriku dari musuhku
Sementara musuhku bersembunyi di balik tulang rusukku”
Untuk menuju proses keseimbangan tersebut, perlu dilakukan penilaian,
evaluasi, dan koreksi atas diri sendiri. Dalam perjalanan kehidupan
ini, kira-kira apakah kita pernah salah melangkah, berbuat salah, sudah
baikkah tingkah laku kita kepada orang lain? Pertanyaan kritis seperti
ini perlu ditujukan sesekali untuk diri guna menimbulkan perbuatan
positif pada tahap berikutnya.Bahkan ia sering kali membuatku sakit
Bagaimana aku bisa membentengi diriku dari musuhku
Sementara musuhku bersembunyi di balik tulang rusukku”
Implementasi Bijak Menilai Diri Sendiri Dalam proses introspeksi diri, seseorang juga mesti adil terhadap dirinya. Hal ini sama ketika mengintrospeksi dan mengadili orang lain. Mesti adil dan tidak boleh berat sebelah.
Seseorang insan juga tidak boleh berlebih-lebihan dalam memuja kebaikan yang pernah dilakukannya dan dia juga tidak boleh menganggap dirinya makhluk paling hina, buruk, dan jelek karena pernah melakukan kesalahan. Seberat apapun kesalahan yang dilakukan, arif lah ketika menilai. Sebagaimana yang dijelaskan al-Mawardi dalam Adabud Dunia wad Din:
“Prasangka baik terhadap diri sendiri
secara berlebihan akan membuat keburukan ‘di pelupuk mata tidak
terlihat’, sedangkan terlalu berlebihan berprasangka buruk akan membuat
kebaikan diri sendiri ‘di pelupuk mata tidak terlihat’. Cara seperti ini
tidak akan menghilangkan keburukan dan tidak mengarahkan kita pada
kebaikan. Al-Jahizh mengatakan di dalam al-Bayan, ‘Kita perlu adil dan bijak dalam menilai diri.’”
Setiap manusia tentu tidak ada yang sempurna dan tidak ada pula
manusia yang sepanjang detik, menit, dan hari mengerjakan maksiat
terus-menerus. Sudah dimaklumi bahwa perjalanan kehidupan manusia selalu
diwarnai dengan sifat baik dan buruk. Sebab itu, jangan berlebihan
menilai diri. Apapun hasil evaluasi tersebut, harus diterima dengan
lapang dada supaya menimbulkan perubahan yang positif. Wallahu a‘lam. (Hengki Ferdiansyah)
Sumber : NU.or.id