Dunia Dalam Pandangan Allah
(QS. al-Baqarah dan Ali 'Imran)
Dalam tafsir Fi Dhilal al-Qur'an, Sayyid quthub mengatakan bahwa yang di maksud ayat di atas adalah cara orang-orang Israil yang memegang tongkat di tengah ketika hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang mengelilinginya. Tujuan mereka adalah untuk memperoleh harta rampasan perang berikut keselamatan orang-orang Yahudi sendiri. Mereka tak perduli pasukan mana yang menang dan mana yang kalah.
Sebenarnya itu adalah cara orang-orang yang tidak percaya kepada Allah SWT. Mereka hanya menggantungkan keselamatan diri secara bulat pada kecerdasan otak dan perjalanan takdir belaka. Atau mereka cuma meminta pertolongan kepada sesama manusia, dan bukan kepada Dzat Yang Menciptakan manusia itu sendiri.
Allah SWT berfirman, "Kehidupan dunia di jadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertaqwa itu lebih mulia dari pada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang di kehendaki-Nya tanpa batas." (QS. al-Baqarah; 212)
Sayyid Quthub berkata, "Sesungguhnya ukuran yang di gunakan orang-orang kafir dalam menimbang kadar sesuatu adalah ukuran dunia, ukuran kafir atau ukuran jahiliyah. Adapun ukuran yang sebenarnya sesungguhnya ada di tangan Allah SWT.
Allah SWT berfirman, "Di jadikan Indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang di ingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia. Dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik." (QS. Ali 'Imran; 14)
Sayyid quthub berkata, "Yang di sebutkan di sini adalah contoh dari sekian banyak nafsu syahwat. Atau yang di singgung Al-Qur'an tadi merupakan kecintaan terhadap lingkungan. Kecintaan tersebut memang menjadi nafsu utama yang menghiasi sejarah perjalanan manusia sepanjang zaman. Namun Al-Qur'an menentang dan memberi tahu kadar ukuran yang sebenarnya dari segala sesuatu yang menjadi tumpuan nafsu tersebut, agar ia diam di tempatnya dan tidak bertambah atau menjalar mencintai barang yang lain.
Yang jelas, semua yang ditentang ini adalah bagian dari kenikmatan cinta. Dan semua kenikmatan syahwat yang di contohkan tadi pada dasarnya adalah perhiasan dunia. Bukan kehidupan yang bernilai, atau sesuatu yang bisa di jadikan tabungan untuk akhirat kelak."
Allah SWT berfirman, "Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri sendiri." (QS. Ali 'Imran; 117)
Sayyid Quthub berkata, "Ini adalah rentang waktu untuk menyelesaikan segala urusan. Kehancuran dan kebinasaan selesai dalam tempo itu."
Allah SWT berfirman, "Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antaramu ada yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu, dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang di limpahkan) atas orang-orang yang beriman." (QS. Ali 'Imran; 152)
Orang beriman yang di maksud dalam ayat ini adalah kaum muslimin. Ayat ini turun pada kepada mereka saat perang Uhud.
Sayyid Quthub berkata, "Al-Qur'an menyiramkan cahaya dan menerangi sesuatu yang tersembunyi dalam hati sanubari, namun kaum muslimin tidak mengetahui keberadaan tersebut."
Abdullah bin Mas'ud r.a juga berkata, "Aku tidak mengira kalau salah seorang di antara sekian banyak sahabat Rasulullah ada yang menginginkan kekayaan dunia, sehingga pada perang Uhud Allah SWT menurunkan ayat yang berbunyi-Diantaramu ada orang yang menginginkan dunia dan di antara kamu ada yang menginginkan akhirat-pada kami."
Namun dengan begitu, para sahabat yang salih mengetahui tujuan apa sebenarnya yang tersimpan dalam hati para sahabat yang munafik. Sehingga pada perang Uhud itu pasukan muslimin menderita kekalahan, agar bisa di jadikan pelajaran.
Allah SWT berfirman, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa di jauhkan dari neraka dan di masukkan kedalam surga, maka sungguh ia sangat beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (QS. Ali 'Imran; 185)
Sayyid Quthub berkata, "Sesungguhnya kehidupan ini adalah perhiasan, akan tetapi bukanlah perhiasan yang sejati, bukan pula perhiasan sebenarnya yang dapat dinikmati. Perhiasan itu adalah perhiasan semu, atau perhiasan yang menipu dan memperdaya manusia, atau perhiasan yang membangun seribu bangunan kepalsuan dan ilusi. Adapun perhiasan yang hakiki adalah perhiasan untuk memperolehnya di butuhkan perjuangan, yakni surga. Dan itu hanya bisa di peroleh setelah lulus dari api neraka."
sumber;
http://sufiperkotaan.blogspot.co.id/2010/12/dunia-dalam-pandangan-allah-qs-al.html
...........................................
NILAI DUNIA PADA PANDANGAN ALLAH SWT
Jabir bin Abdillah ra bekata, “Rasulullah SAW pernah memasuki sebuah pasar yang di kiri-kanannya dipadati manusia. Ketika itu baginda melewati seekor kambing kuper (telinganya kecil) yang telah menjadi bangkai. Lantas baginda menenteng telinga kambing itu seraya berseru, “Siapakah yang mau membeli kambing ini dengan harga satu dirham?”............................................................
Pengunjung pasar menjawab, “Sedikitpun kami tidak menginginkannya“.
Baginda bertanya lagi, “Apakah kalian mau jika anak kambing ini kuberikan percuma kepada kalian?”
Mereka menjawab, “Demi Allah, kalaupun anak kambing itu hidup, kami tidak akan menerimanya kerana cacat, maka bagaimana kami mau menerimanya setelah menjadi bangkai?”
Mendengar hal ini Nabi SAW bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya dunia itu lebih hina dalam pandangan Allah daripada bangkai kambing kuper ini dalam pandangan kalian”.
(Hadis Riwayat Muslim).
Dunia dalam pandangan Allah
(QS An-Nisa')
Sayid quthub berkata, "karena itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang dijalan Allah. Dalam Islam memang tidak ada peperangan, kecuali untuk tujuan itu. Tak ada peperangan yang bertujuan memperoleh harta rampasan; juga tak ada peperangan yang bertujuan menjajah, dan tak ada peperangan yang hanya bertujuan memuaskan keinginan seseorang atau suatu golongan tertentu.
Karena itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Alloh. Berdasarkan ayat di atas, orang yang menukar kenikmatan duniawi dengan kebahagiaan akhirat, akan mendapatkan balasan yang sangat besar dari Allah SWT atas hasil yang mereka capai, baik terbunuh di jalan-Nya, atau mendapatkan kemenangan."
Allah SWT berfirman: Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!"Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih dari itu takutnya. Mereka berkata:"Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?"Katakanlah:"Kesenangan dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun."(QS.An-Nisa':77)
Sayyid Quthub berkata,"Apalah artinya dunia berikut seluruh isinya? Apa gunanya menunggu lebih lama, sehari, seminggu, sebulan, atau setahun? Kalau sekiranya seluruh perhiasan dunia hanya memiliki secuil keindahan? Mengapa masih menunda kesempatan untuk mendapatkan perhiasan sejati selama beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun? Oh...seluruh perhiasan dunia, engkau hanyalah sedikit."
Lebih lanjut, ia berkata,"Dunia adalah perjalanan. Ia sebuah permulaan dan bukan tujuan utama atau akhir dari sebuah perjalanan itu. Di belakangnya menanti akhirat, dimana perhiasan di dalamnya adalah perhiasan sejati, kekal dan melimpah ruah. Tentu saja perhiasan di tempat kedua ini lebih baik."
Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan 'salam' kepadamu: Kamu bukan orang Mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.An-Nisa':94)
Sayyid Quthub berkata,"Sesungguhnya kecenderungan pada materi tidak boleh dimasukkan ke dalam tujuan suci kaum Muslimin pada saat mereka keluar untuk berperang di jalan Allah SWT. Karena tujuan semacam itu bukan pilar penyangga bangunan jihad. Dan jangan terburu-buru mengayunkan pedang sebelum benar-benar jelas siapa yang hendak dibunuh, sebab darah kaum Muslimin adalah darah suci dan tak boleh ditumpahkan sembarangan.
Intinya, kaum Muslimin tidak boleh berperang dengan tujuan memperoleh harta benda sebagaimana yang mereka lakukan ketika mereka masih hidup di alam kegelapan (Jahiliyah)."
Allah SWT berfirman: Beginilah kamu, kamu ekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada Hari Kiamat? Atau siapakah yang jadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)? (QS. An-Nisa': 109)
Dalam menanggani orang-orang yang berdebat membela sang pengkhianat, Sayyid Quthub berkata,"Pada Hari Kiamat kelak, mereka tidak akan memiliki pelindung yang dapat membelanya. Lantas apa gunanya berdebat membela mereka dalam kehidupan duniawi, kalau sekiranya pembelaan itu tiada berarti kelak pada Hari Pembalasan."
Allah SWT berfirman: Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka dia merugi). Karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS.An-Nisa': 134)
Sayyid Quthub berkata,"Allah SWT memalingkan hati yang serakah pada kesenangan-kesenangan duniawi semata. Padahal fadhilal (kemurahan) Tuhan jauh lebih mulia. Dia memiliki pahala di dunia dan di akhirat. Dengan kuasa Allah SWT pula, mereka bisa meneliti kembali kecenderungan terhadap kesenangan-kesenangan dunia untuk kemudian memalingkan pandangan pada kehidupan setelahnya; atau membandingkan antara kenikmatan yang dapat diperoleh di dunia dengan kenikmatan yang bisa diperoleh di akhirat.'
Lebih lanjut, ia berkata,"Adalah sebuah kebodohan dan kegagalan besar spektakuler; ketika manusia memiliki pengetahuan terhadap dunia dan akhirat secara seimbang, atau memiliki pengetahuan terhadap balasan yang dapat diterima dan dirasakan di kedua tempat tersebut. Inilah yang dikehendaki ajaran Islam, keseimbangan dan kesejajaran. Akan tetapi, orang tersebut kemudian merasa puas dengan mengecap sedikit kenikmatan duniawi, sehingga menyerahkan perasaan cinta terhadapnya. Ia hidup laksana binatang dan hewan-hewan liar; padahal sejatinya ia memiliki kemampuan untuk hidup sebagai seorang manusia. Kakinya lekat menjejak bumi, akan tetapi ruhnya terbang membumbung tinggi di angkasa, bergerak bebas di atas hukum-hukum duniawi. Bahkan pada kesempatan itu, ia bisa hidup berdampingan dengan para malaikat yang tinggi."