Tuesday, April 5, 2016

Mengendalikan Kuda Liar Bernama Nafsu!

Nafs atau nafsu dalam pandangan sufi ibarat kuda liar di dalam diri manusia yang harus dikendalikan.Shah Syahidullah Faridi di dalam essaynya “Psikologi Spiritual Islam” yang dikutip oleh KaptenW.B. Rabbani mengilustrasikan (redaksional ...diubah):

Sebagai kuda liar, nafsu harus kita kendarai untuk menyelesaikan perjalanan kehidupan duniawi kita. Sebagai perbandingan atau ibarat, kuda adalah perbandingan yang tepat. Karena seekor hewan yang belum dijinakkan adalah kekuatan yang liar dan tidak terkontrol. Jika dibiarkan berkelana ke tempat-tempat yang ia sukai dan melakukan apa yang ia inginkan, maka akibatnya tak lain adalah pergolakan dan kehancuran. 
 


Dan jika si pengendara tidak dapat mengendalikannya, maka ia akan lari bersamanya jatuh keluar jalan yang membawanya ke tujuannya dan akhirnya melemparkan dia ke reruntuhannya yang terakhir. Tetapi jika si kuda bisa dijinakkan dan dengan hati-hati diajari untuk mengikuti perintah tuannya, maka ia akan menjadi kendaraan sehingga ia bisa sampai ke tujuan yang sebenarnya. Jadi nafs bila dibiarkan liar dan tidak terkendalikan akan membawa manusia ke rimba belantara hawa nafsu dan syahwat yang kotor, dimana ia tidak menemukan tempat istirahat dan berakhir dalam keadaan tertinggal dan rusak; sementara jika ia menerima pelajaran disiplin dan pelatihan yang panjang maka ia akan menjadi sahabat dan penolong manusia yang dipercaya untuk memenuhi takdirnya yang paling mulia, yaitu mengenal Tuhan dan bermanfaat untuk tujuan-tujuan-Nya.


BILA NAFSU MENGUASAI DIRI

Setiap manusia dibekalkan oleh Allah Ta'ala dengan akal dan nafsu

2 pemberian Allah ini perlu digunakan dan dijaga dengan sebaik-baiknya karena tersalah letak dan tersalah guna akan menyebabkan hidup kita sengsara.

Nafsu ibarat kuda liar yang perlu dilatih dan dijinakkan supaya ia tidak lari dan tidak mendatangkan bahaya kepada orang lain. 

Allah Ta'ala sengaja menjadikan nafsu di dalam diri manusia supaya manusia berusaha untuk mendidik nafsu mereka dengan nilai-nilai keagamaan dan tazkiyah diri dengan amalan-amalan ibadah menghambakan diri kepada Allah Ta'ala.
Nafsu juga boleh disifatkan sebagai laluan syaitan untuk melalai dan menyesatkan manusia. Ini kerana nafsu manusia boleh menjadi tamak haloba, hilang sifat kemanusiaannya hingga sanggup menipu, menyakiti, mencederakan, merogol malah membunuh.

Apabila nafsu sudah menguasai diri ibarat akal yang sudah di bawah pengaruh ganja. Hilang belas kasihan bila sudah gian hingga sanggup berbuat apa sahaja hingga mencederakan orang lain.Apabila nafsu berkuasa, maka peranan akal akan menjadi mengecut ibarat kata-kata Imam Al-Ghazali:

"kalau nafsu menguasai akal maka hina manusia itu lebih daripada hewan dan kalau akal menguasai nafsu maka mulia manusia itu daripada Malaikat."

Apabila nafsu menguasai diri, maka akan keluarlah berbagai cerita yang tidak elok seperti ayah merogol anak, guru mencabul murid, polis memperkosa gadis,anak membunuh ibu, adik beradik berbunuhan dan bermacam-macam lagi cerita buruk lantaran penangan nafsu yang tidak berjaya dikawal manusia.

Perlu diingat bahawa kita sejak kecil lagi sudah dibekalkan dengan nafsu, ada yang positif ada yang negatif. Nafsu perlu dididik sejak dari kecil, ibu bapaklah yang patut memainkan peranan tersebut.Imam al-Ghazali pernah menyarankan agar anak-anak tidak dimuakan (manja) dengan kesenangan-kesenangan yang akan menggemukkan hawa nafsu. Sesekali biarlah anak-anak rasa sedikit kesukaran dalam kehidupannya!.

Jangan pula berkata:"Biarlah, itukan budak-budak, nanti besar dididiklah". Ini pandangan yang salah, hakikatnya jika kecil payah dididik, bila remaja atau dewasa lagilah sukar. Ini kerana nafsu tua mengikut tuannya, lebih meningkat umur, lebih payah dibentuk dan dididik.

Oleh itu, ibu bapak sepatutnya memainkan peranan mendidik anak-anak menjadi individu muslim yang mantap. Cemerlang di dunia dan di akhirat. Fahamkan anak-anak sejak dari kecil mengenai nafsu jahat dan yang baik.

Biasakan anak-anak dengan tuntutan syariat seperti solat, puasa, bab aurat supaya ia menjadi suatu kebiasaan dan tabiat. Bantulah anak menahan nafsu yang negatif. Ini kerana, kegagalan mendidik nafsu anak-anak sejak dari awal, lahirlah manusia dewasa yang berbangga dengan maksiat dan kemungkaran yang dilakukannya tanpa secebis rasa kekesalan apa yang dilakukannya.

Zaman remaja adalah waktu di mana cabaran hawa nafsunya amat besar. Apatah lagi, dugaan dan godaan sekeliling amat hebat, dengan gadis-gadis yang menawan, pusat hiburan sana-sini, pengedar dadah bertebaran mencari mangsa, kekayaan dan kemewahan dengan cara salah, kecanggihan internet yang tidak bertapis dan macam-macam lagi.

Remaja yang tidak ada perisai iman dalam dirinya akan mudah tewas dan hanyut dengan gelombang nafsunya. Remaja yang berjiwa Islam akan membedakan perkara yang makruf dan yang mungkar.

Abdullah bin Mas'ud (sahabat Nabi saw) berkata:"Binasalah orang yang tidak membedakan yang makruf dengan yang mungkar". Jangan nanti pula semuanya disapu, yang baik buat tapi yang mungkar tidak tinggal, jika begitu akan berlaku kecelaruan dalam hidup.

Senjata menghadapi nafsu adalah Islam, iman, akal dan ilmu. Sebagaimana kata-kata seorang cendekiawan Islam:"Beruntunglah orang yang menjadikan akalnya sebagai pemimpin dan nafsu sebagai tawanan, dan rugilah orang yang menjadikan nafsunya sebagai pemimpin dan akalnya sebagai tawanan".

Tepuk dada tanya iman, apakah iman kita mampu mengekang nafsu, atau kita hanya mengikut kata nafsu. Jika selama ini kita sering tewas dengan nafsu dan keinginan yang bertentangan dengan syariat, maka saat untuk berubah ada di depan mata.

Jika berasa sudah selesa dengan maksiat dan sayang meninggalkannya, anda dalam kerugian sebenarnya. Segalanya tidak sukar jika ada keinginan, tanya diri:"nak ke tak nak berubah?". Andalah jawapan segalanya.
Membersihkan jiwa daripada hawa nafsu sesuatu yang sukar tetapi tidak mustahil. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:

“Kita kembali daripada jihad (peperangan) kecil kepada jihad yang lebih besar (perjuangan melawan nafsu dan pembersihan hati).”

Menjadi kewajipan kita supaya sentiasa menjaga diri agar tidak dikuasai hawa nafsu walaupun sedikit. Sekiranya gagal menghilangkannya, sekurang-kurangnya kita menyanggah dan tidak mengikutinya.


Wahai Daud, sesungguhnya Kami telah menjadikanmu khalifah di bumi, maka jalankanlah hukum di antara manusia dengan (hukum syariat) yang benar (yang diwahyukan kepadamu) dan janganlah engkau menurut hawa nafsu, kerana yang demikian itu akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah, akan beroleh azab yang berat pada hari hitungan amal, disebabkan mereka melupakan (jalan Allah) itu. [Surah Sadd: 26]


NAFSU AMMARAH

Selalu menyuruh ke arah kejahatan dan tidak lagi wujud perbedaan antara perkara baik dengan yang buruk. Begitu juga tidak timbul langsung perasaan duka atau sesal jika berlaku perbuatan jahat. Sebaliknya, perasaan gembira dan berpuas hati akan timbul akibat daripada melakukan kejahatan seperti yang diinginkan oleh nafsu jahat ini.

Hadith al-Bukhari dan Muslim ;, 

“Sesungguhnya syaitan itu bergerak di dalam diri anak Adam melalui saluran darah. Maka sempitkanlah perjalanannya dengan berlapar”.
Mempersempit jalannya nafsu dengan puasa
Memperkecil ruang gerak nafsu dengan dzikir
Memenjarakan nafsu dengan tafakur ilallah.

Jangan selalu mengkambing-hitamkan syaitan (lebih-lebih lagi di Bulan Ramadhan) karena manusialah penyebab syaitan menggoda, disebabkan tidak kendalikan nafsu karena nafsu ada dipengaruhi oleh panca indra.


Badan itu bolehlah diibaratkan sebagai sebuah Kerajaan.


.Untuk menjalankan perjuangan Kerohanian ini, bagi upaya pengenalan kepada diri dan Tuhan, maka;

* badan itu bolehlah diibaratkan sebagai sebuah Kerajaan,
* Ruh itu ibarat Raja.
* Pelbagai indera (senses) dan daya (fakulti) itu ibarat satu pasukan tentera,
* Aqal itu bisa diibaratkan sebagai Perdana Menteri.
* Perasaan itu ibarat Pemungut sewa/cukai.
* Marah itu ibarat Pegawai Polisi.
* Dengan pakaian Pemungut sewa/cukai, perasaan itu terus ingin merampas dan merampok. dan marah sentiasa cenderung kepada kekasaran dan kekerasan.

Kedua-duanya ini perlu ditundukkan di bawaah perintah Raja. Bukan dibunuh atau dimusnahkan karena mereka ada tugas yang perlu mereka jalankan, tetapi jika perasaan dan marah menguasai Aqal, maka tentulah Ruh akan hancur.

Ruh yang membiarkan daya-daya bawah menguasai daya-daya atas adalah ibarat orang orang yang menyerahkan malaikat kepada kekuasaan Anjing atau menyerahkan seorang Muslim ke tangan orang Kafir yang zalim. Orang yang menumbuh dan memelihara sifat-sifat iblis atau binatang atau Malaikat akan menghasilkan ciri-ciri atau watak yang sepadan dengannya yaitu iblis atau binatang atau Malaikat itu. Dan semua sifat-sifat atau ciri-ciri ini akan nampak dengan bentuk-bentuk yang kelihatan di Hari Pengadilan.

* Orang yang menuruti HAWA NAFSU nampak seperti babi,
* Orang yang garang dan ganas seperti anjing dan serigala,
* dan orang yang suci seperti Malaikat.

Tujuan disiplin akhlak(moral) ialah untuk membersihkan Hati dari karat-karat hawa nafsu dan amarah, sehingga ia jadi seperti cermin yang bersih yang akan memantulkan Cahaya Allah Subhanahuwa Taala. 

 WALLAHUA'LAM.